ANALISIS KORELASI SEDERHANA
NAMA :
LA SIANDI
STAMBUK/NPM :
17630019
ANALISIS KORELASI SEDERHANA
engertian dan Analisis Korelasi
Sederhana dengan Rumus Pearson
– Korelasi Sederhana merupakan suatu Teknik Statistik yang
dipergunakan untuk mengukur kekuatan hubungan 2 Variabel dan juga untuk dapat
mengetahui bentuk hubungan antara 2 Variabel tersebut dengan hasil yang
sifatnya kuantitatif. Kekuatan hubungan antara 2 variabel yang dimaksud disini
adalah apakah hubungan tersebut ERAT, LEMAH, ataupun TIDAK ERAT sedangkan
bentuk hubungannya adalah apakah bentuk korelasinya Linear Positif
ataupun Linear Negatif.
Disamping Korelasi, Diagram
Tebar (Scatter Diagram) sebenarnya juga dapat mempelajari hubungan 2
variabel dengan cara menggambarkan hubungan tersebut dalam bentuk grafik.
Tetapi Diagram tebar hanya dapat memperkirakan kecenderungan hubungan tersebut
apakah Linear Positif, Linear Negatif ataupun tidak memiliki Korelasi Linear.
Kelemahan Diagram Tebar adalah tidak dapat menunjukkan secara tepat dan juga tidak
dapat memberikan angka Kuantitas tentang kekuatan hubungan antara 2 variabel
yang dikaji tersebut.
Kekuatan Hubungan antara 2 Variabel
biasanya disebut dengan Koefisien Korelasi dan dilambangkan dengan symbol “r”.
Nilai Koefisian r akan selalu berada di antara -1 sampai +1.
Perlu diingat :
Koefisien Korelasi akan selalu
berada di dalam Range -1 ≤ r ≤ +1
Jika ditemukan perhitungan diluar
Range tersebut, berarti telah terjadi kesalahan perhitungan dan harus di
koreksi terhadap perhitungan tersebut.
Rumus
Pearson Product Moment
Koefisien Korelasi Sederhana disebut
juga dengan Koefisien Korelasi Pearson karena rumus perhitungan Koefisien
korelasi sederhana ini dikemukakan oleh Karl Pearson yaitu seorang ahli
Matematika yang berasal dari Inggris.
Rumus yang dipergunakan untuk
menghitung Koefisien Korelasi Sederhana adalah sebagai berikut :
(Rumus ini disebut juga dengan Pearson Product Moment)
(Rumus ini disebut juga dengan Pearson Product Moment)
r =
nΣxy – (Σx) (Σy)
. √{nΣx² – (Σx)²} {nΣy2 – (Σy)2}
. √{nΣx² – (Σx)²} {nΣy2 – (Σy)2}
Dimana :
n = Banyaknya
Pasangan data X dan Y
Σx = Total Jumlah dari Variabel X
Σy = Total Jumlah dari Variabel Y
Σx2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel X
Σy2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel Y
Σxy= Hasil Perkalian dari Total Jumlah Variabel X dan Variabel Y
Σx = Total Jumlah dari Variabel X
Σy = Total Jumlah dari Variabel Y
Σx2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel X
Σy2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel Y
Σxy= Hasil Perkalian dari Total Jumlah Variabel X dan Variabel Y
Pola
/ Bentuk Hubungan antara 2 Variabel :
1.
Korelasi Linear Positif (+1)
Perubahan salah satu Nilai Variabel
diikuti perubahan Nilai Variabel yang lainnya secara teratur dengan arah yang
sama. Jika Nilai Variabel X mengalami kenaikan, maka Variabel Y akan ikut naik.
Jika Nilai Variabel X mengalami penurunan, maka Variabel Y akan ikut turun.
Apabila Nilai Koefisien Korelasi
mendekati +1 (positif Satu) berarti pasangan data Variabel X dan Variabel Y
memiliki Korelasi Linear Positif yang kuat/Erat.
2.
Korelasi Linear Negatif (-1)
Perubahan salah satu Nilai Variabel
diikuti perubahan Nilai Variabel yang lainnya secara teratur dengan arah yang
berlawanan. Jika Nilai Variabel X mengalami kenaikan, maka Variabel Y akan
turun. Jika Nilai Variabel X mengalami penurunan, maka Nilai Variabel Y akan
naik.
Apabila Nilai Koefisien Korelasi
mendekati -1 (Negatif Satu) maka hal ini menunjukan pasangan data Variabel X
dan Variabel Y memiliki Korelasi Linear Negatif yang kuat/erat.
3.
Tidak Berkorelasi (0)
Kenaikan Nilai Variabel yang
satunya kadang-kadang diikut dengan penurunan Variabel
lainnya atau kadang-kadang diikuti dengan kenaikan Variable
yang lainnya. Arah hubungannya tidak teratur, kadang-kadang searah,
kadang-kadang berlawanan.
Apabila Nilai Koefisien Korelasi
mendekati 0 (Nol) berarti pasangan data Variabel X dan Variabel Y memiliki
korelasi yang sangat lemah atau berkemungkinan tidak berkorelasi.
Ketiga Pola atau bentuk hubungan
tersebut jika di gambarkan ke dalam Scatter Diagram (Diagram tebar) adalah sebagai
berikut :
Tabel
tentang Pedoman umum dalam menentukan Kriteria Korelasi :
r
|
Kriteria Hubungan
|
0
|
Tidak ada Korelasi
|
0 – 0.5
|
Korelasi Lemah
|
0.5 – 0.8
|
Korelasi sedang
|
0.8 – 1
|
Korelasi Kuat / erat
|
1
|
Korelasi Sempurna
|
Contoh
Penggunaan Analisis Korelasi di Produksi :
- Apakah ada hubungan antara suhu ruangan dengan jumlah cacat Produksi?
- Apakah ada hubungan antara lamanya waktu kerusakan mesin dengan jumlah cacat produksi?
- Apakah ada hubungan antara jumlah Jam lembur dengan tingkat absensi?
Contoh
Kasus Analisis Korelasi Sederhana :
Seorang Engineer ingin mempelajari
apakah adanya pengaruh Suhu Ruangan terhadap Jumlah Cacat yang dihasilkan dan
juga ingin mengetahui keeratan serta bentuk hubungan antara dua variabel
tersebut. Engineer tersebut kemudian mengambil data selama 30 hari terhadap
rata-rata (mean) suhu ruangan dan Jumlah Cacat Produksi seperti dibawah ini :
Tanggal
|
Rata-rata Suhu Ruangan
|
Jumlah Cacat
|
1
|
24
|
10
|
2
|
22
|
5
|
3
|
21
|
6
|
4
|
20
|
3
|
5
|
22
|
6
|
6
|
19
|
4
|
7
|
20
|
5
|
8
|
23
|
9
|
9
|
24
|
11
|
10
|
25
|
13
|
11
|
21
|
7
|
12
|
20
|
4
|
13
|
20
|
6
|
14
|
19
|
3
|
15
|
25
|
12
|
16
|
27
|
13
|
17
|
28
|
16
|
18
|
25
|
12
|
19
|
26
|
14
|
20
|
24
|
12
|
21
|
27
|
16
|
22
|
23
|
9
|
23
|
24
|
13
|
24
|
23
|
11
|
25
|
22
|
7
|
26
|
21
|
5
|
27
|
26
|
12
|
28
|
25
|
11
|
29
|
26
|
13
|
30
|
27
|
14
|
Penyelesaian
:
Pertama-tama hitunglah X², Y², XY
dan totalnya seperti tabel dibawah ini :
Tanggal
|
Rata-rata
Suhu Ruangan (X)
|
Jumlah
Cacat (Y)
|
X2
|
Y2
|
XY
|
1
|
24
|
10
|
576
|
100
|
240
|
2
|
22
|
5
|
484
|
25
|
110
|
3
|
21
|
6
|
441
|
36
|
126
|
4
|
20
|
3
|
400
|
9
|
60
|
5
|
22
|
6
|
484
|
36
|
132
|
6
|
19
|
4
|
361
|
16
|
76
|
7
|
20
|
5
|
400
|
25
|
100
|
8
|
23
|
9
|
529
|
81
|
207
|
9
|
24
|
11
|
576
|
121
|
264
|
10
|
25
|
13
|
625
|
169
|
325
|
11
|
21
|
7
|
441
|
49
|
147
|
12
|
20
|
4
|
400
|
16
|
80
|
13
|
20
|
6
|
400
|
36
|
120
|
14
|
19
|
3
|
361
|
9
|
57
|
15
|
25
|
12
|
625
|
144
|
300
|
16
|
27
|
13
|
729
|
169
|
351
|
17
|
28
|
16
|
784
|
256
|
448
|
18
|
25
|
12
|
625
|
144
|
300
|
19
|
26
|
14
|
676
|
196
|
364
|
20
|
24
|
12
|
576
|
144
|
288
|
21
|
27
|
16
|
729
|
256
|
432
|
22
|
23
|
9
|
529
|
81
|
207
|
23
|
24
|
13
|
576
|
169
|
312
|
24
|
23
|
11
|
529
|
121
|
253
|
25
|
22
|
7
|
484
|
49
|
154
|
26
|
21
|
5
|
441
|
25
|
105
|
27
|
26
|
12
|
676
|
144
|
312
|
28
|
25
|
11
|
625
|
121
|
275
|
29
|
26
|
13
|
676
|
169
|
338
|
30
|
27
|
14
|
729
|
196
|
378
|
Total
|
699
|
282
|
16487
|
3112
|
6861
|
Kemudian hitunglah Koefisien
Korelasi berdasarkan rumus korelasi dibawah ini :
r =
nΣxy – (Σx)
(Σy)
. √{nΣx² – (Σx)²} {nΣy2 – (Σy)2}
. √{nΣx² – (Σx)²} {nΣy2 – (Σy)2}
r =
(30 . 6861) – (699) (282)
. √{30. 16487 – (699)²} {30 . 3112 – (282)2}
. √{30. 16487 – (699)²} {30 . 3112 – (282)2}
r =
(205830) – (197118)
. √{494610 – 488601} {93360 – 75924}
. √{494610 – 488601} {93360 – 75924}
r =
8712
. 9118.13
. 9118.13
r = 0.955
Jadi Koefisien Korelasi antara Suhu
Ruangan dan Jumlah Cacat Produksi adalah 0.955, berarti kedua
variabel tersebut memiliki hubungan yang ERAT dan bentuk
hubungannya adalah Linear Positif.
Jika Hubungan Suhu Ruangan dan
Jumlah Cacat Produksi dibuat dalam bentuk Scatter Diagram (Diagram Tebar), maka
bentuknya akan seperti dibawah ini :
Analisis Korelasi (Correlation
Analysis) juga merupakan salah satu alat (tool) yang digunakan
dalam Metodologi Six Sigma di Tahap Analisis.
Untuk mempermudah kita dalam Menghitung
Koefisien Korelasi, kita juga dapat menggunakan Microsoft Excel. Silakan
kunjungi : “Cara Menghitung Koefisien Korelasi dengan menggunakan
Microsoft Excel” untuk mengetahui langkah-langkah
perhitungannya.
Comments
Post a Comment